Pada tahun 1964, kembalilah ke tanah air salah seorang mahasiswa Indonesia yang telah menyelesaikan kuliahnya di Jepang yang bernama Drs. Baud A.D. Adikusumo (Alm.). Beliau adalah seorang karateka yang mendapatkan sabuk hitam dari M. Nakayama, JKA Shotokan. Di Indonesia beliau mulai mengajarkan karate. Melihat banyaknya peminat yang ingin belajar karate, lalu ia mendirikan PORKI (Persatuan Olahraga Karate-Do Indonesia) yang merupakan cikal bakal FORKI (Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia). Sehingga beliau tercatat sebagai pelopor seni beladiri Karate di Indonesia. Dan beliau juga adalah pendiri Indonesia Karate-DO (INKADO).
Setelah beliau, tercatat nama putra-putra bangsa Indonesia yang ikut berjasa mengembangkan berbagai aliran Karate di Indonesia, antara lain Bp. Sabeth Mukhsin dari aliran Shotokan, pendiri Institut Karate-Do Indonesia (INKAI) dan Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI), dan juga dari aliran Shotokan adalah Anton Lesiangi (pendiri Lembaga Karate-Do Indonesia/LEMKARI), yang pada dekade 2005 karena masalah internal perguruan banyak anggota LEMKARI yang keluar lalu kemudian mendirikan INKANAS (Institut Karate-do Nasional) yang merupakan peleburan dari perguruan MKC (Medan Karate Club). Kabarnya, perguruan ini sekarang menjadi besar dan maju, tidak kalah dengan LEMKARI.
Aliran Shotokan adalah yang paling populer di Indonesia. Selain Shotokan, Indonesia juga memiliki perguruan-perguruan dari aliran lain yaitu Wado dibawah asuhan Wado-ryu Karate-Do Indonesia (WADOKAI) yang didirikan oleh Bp. C.A. Taman dan Kushin-ryu Matsuzaki Karate-Do Indonesia (KKI) yang didirikan oleh Matsuzaki Horyu. Selain itu juga dikenal Bp. Setyo Haryono dan beberapa tokoh lainnya membawa aliran Goju-ryu, Bp. Nardi T. Nirwanto dengan beberapa tokoh lainnya membawa aliran Kyokushin. Aliran Shito-ryu juga tumbuh di Indonesia dibawah perguruan GABDIKA Shitoryu (dengan tokohnya Bp. Dr. Markus Basuki) dan SHINDOKA (dengan tokohnya Bp. Bert Lengkong). Selain aliran-aliran yang bersumber dari Jepang diatas, ada juga beberapa aliran Karate di Indonesia yang dikembangkan oleh putra-putra bangsa Indonesia sendiri, sehingga menjadi independen dan tidak terikat dengan aturan dari Hombu Dojo (Dojo Pusat) di negeri Jepang.
Pada tahun 1972, 25 perguruan Karate di Indonesia, baik yang berasal dari Jepang maupun yang dikembangkan di Indonesia sendiri (independen), setuju untuk bergabung dengan FORKI (Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia), yang sekarang menjadi perwakilan WKF (World Karate Federation) untuk Indonesia. Dimana perguruan karate yang bernaung dibawah FORKI adalah :
1. AMURA
2. BKC (Bandung Karate Club)
3. BLACK PANTHER KARATE INDONESIA
4. FUNAKOSHI
5. GABDIKA SHITORYU INDONESIA (Gabungan Beladiri Karate-Do Shitoryu)
6. GOJUKAI (Gojuryu Karate-Do Indonesia)
7. GOJU RYU ASS (Gojuryu Association)
8. GOKASI (Gojuryu Karate-Do Shinbukan Seluruh Indonesia)
9. INKADO (Indonesia Karate-Do)
10.INKAI (Institut Karate-Do Indonesia)
11.INKANAS (Intitut Karate-Do Nasional)
12.KALA HITAM
13.KANDAGA PRANA
14.KEI SHIN KAN
15.KKNSI (Kesatuan Karate-Do Naga Sakti Indonesia)
16.KKI (Kushin Ryu M. Karate-Do Indonesia)
17.KYOKUSHINKAI (Kyokushinkai Karate-Do Indonesia)
18.LEMKARI (Lembaga Karate-Do Indonesia)
19.PERKAINDO
20.PORBIKAWA
21.PORDIBYA
22.SHINDOKA
23.SHI ROI TE
24.TAKO INDONESIA
25.WADOKAI (Wadoryu Karate-Do Indonesia)
Sabtu,06Juni
Sejarah Karate Jepang
Label: 2.1 Sejarah Karate |Sejarah karate sampai saat ini tidak begitu jelas, sehingga untuk mengetahuinya sedikit banyak harus mempercayai dari cerita dan legenda.
Ilmu bela diri sebenarnya sudah dikenal semenjak manusia ada, hal ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan purbakala antara lain: kapak-kapak batu, lukisan-lukisan binatang yang dibunuh dengan senjata seperti tombak dan panah.
Bela diri pada waktu itu hanya bersifat mempertahankan diri dari gangguan binatang buas dan alam sekitarnya. Namun sejak pertambahan penduduk dunia semakin meningkat, maka gangguan yang datang dari manusia mulai timbul sehingga keinginan orang untuk menekuni ilmu bela diri semakin meningkat.
Tersebutlah pada 4.000 tahun yang lalu, setelah Sidartha Gautama pendiri Budha wafat, maka para pengikutnya mendapat amanat agar mengembangkan agama Budha keseluruh dunia. Namun karena sulitnya medan yang dilalui, maka para pendeta diberikan bekal ilmu bela diri. Misi yang ke arah Barat ternyata mengembangkan ilmu Pangkration atau Wrestling di Yunani. Misi keagamaan yang berangkat ke arah Selatan mengembangkan semacam, pencak silat yang kita kenal sekarang ini. Salah satu misi yang ke Utara menjelajahi Cina menghasilkan kungfu (belakangan di abad XII, kungfu dibawa oleh pedagang Cina dan Kubilai Khan ke negara Majapahit di Jawa Timur).
Dari Cina rombongan yang ke Korea menghasilkan bela diri yang kemudian kita kenal dengan Taekwondo. Dari Korea ternyata rombongan tidak dapat meneruskan perjalanan ke Jepang, tetapi berhenti hanya sampai di kepulauan Okinawa. Tidak berhasil masuknya rombongan ke Jepang, karena di Jepang saat itu sudah mengembangkan ilmu bela diri Jujitsu, Judo, Kendo dan ilmu pedang (Kenjutsu).
Menurut sejarah sebelum menjadi bagian dari Jepang, Okinawa adalah suatu wilayah berbentuk kerajaan yang bebas merdeka. Pada waktu itu Okinawa mengadakan hubungan dagang dengan pulau-pulau tetangga. Salah satu pulau tetangga yang menjalin hubungan kuat adalah Cina. Hasilnya Okinawa mendapatkan pengaruh yang kuat akan budaya Cina.
Sebagai pengaruh pertukaran budaya itu banyak orang-orang Cina dengan latar belakang yang bermacam-macam datang ke Okinawa mengajarkan bela dirinya pada orang-orang setempat. Yang di kemudian hari menginspirasi nama kata seperti Jion yang mengambil nama dari biksu Budha. Sebaliknya orang-orang Okinawa juga banyak yang pergi ke Cina lalu kembali ke Okinawa dan mengajarkan ilmu yang sudah diperoleh di Cina.
Pada tahun 1477 Raja Soshin di Okinawa memberlakukan larangan pemilikan senjata bagi golongan pendekar. Tahun 1609 Kelompok Samurai Satsuma dibawah pimpinan Shimazu Iehisa masuk ke Okinawa dan tetap meneruskan larangan ini. Bahkan mereka juga menghukum orang-orang yang melanggar larangan ini. Sebagai tindak lanjut atas peraturan ini orang-orang Okinawa berlatih Okinawa-te (begitu mereka menyebutnya) dan Ryukyu Kobudo (seni senjata) secara sembunyi-sembunyi. Latihan selalu dilakukan pada malam hari untuk menghindari intaian. Tiga aliranpun muncul masing-masing memiliki ciri khas yang namanya sesuai dengan arah asalnya, yaitu : Shurite, Nahate, dan Tomarite. Seni bela diri karate pertama kali disebut “Tote” yang berarti seperti “Tangan China”.
Namun demikian pada akhirnya Okinawa-te mulai diajarkan ke sekolah-sekolah dengan Anko Itosu (juga mengajari Gichin Funakoshi) sebagai instruktur pertama. Dan tidak lama setelah itu Okinawa menjadi bagian dari Jepang, sehingga membuka jalan bagi karate masuk ke Jepang. Gichin Funakoshi ditunjuk mengadakan demonstrasi karate di luar Okinawa bagi orang-orang Jepang.
Gichin Funakoshi sebagai Bapak Karate Moderen dilahirkan di Shuri, Okinawa, pada tahun 1868, Funakoshi belajar karate pada Azato dan Itosu. Setelah berlatih begitu lama, pada tahun 1916 (ada yang pula yang mengatakan 1917) Funakoshi diundang ke Jepang untuk mengadakan demonstrasi di Butokukai yang merupakan pusat dari seluruh bela diri Jepang saat itu.Selanjutnya pada tahun 1921, putra mahkota yang kelak akan menjadi kaisar Jepang datang ke Okinawa dan meminta Funakoshi untuk demonstrasi. Bagi Funakoshi undangan ini sangat besar artinya karena demonstrasi itu dilakukan di arena istana. Setelah demonstrasi kedua ini Funakoshi seterusnya tinggal di Jepang. Agar Karate lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang, maka Gichin Funakoshi mengubah kanji Okinawa (Tote = Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’ (Tangan Kosong). Karate terdiri dari atas dua kanji. Yang pertama adalah ‘Kara’ dan berarti ‘kosong’. Dan yang kedua, ‘te’ berarti ‘tangan’. Yang dua kanji bersama artinya “tangan kosong”.
Latihan dasar karate terbagi tiga seperti berikut:
1. Kihon, yaitu latihan teknik-teknik dasar karate seperti memukul, menendang, dan menangkis.
2. Kata, yaitu latihan jurus atau bunga karate.
3. Kumite, yaitu latihan laga atau bertarung.
Selama di Jepang pula Funakoshi banyak menulis buku-bukunya yang terkenal hingga sekarang. Seperti "Ryukyu Kempo : Karate" dan "Karate-do Kyohan". Dan sejak saat itu klub-klub karate terus bermunculan baik di sekolah dan universitas.
Gichin Funakoshi selain ahli karate juga pandai dalam sastra dan kaligrafi. Nama Shotokan diperolehnya sejak kegemarannya mendaki gunung Torao (yang dalam kenyataannya berarti ekor harimau). Dimana dari sana terdapat banyak pohon cemara ditiup angin yang bergerak seolah gelombang yang memecah dipantai. Terinspirasi oleh hal itu Funakoshi menulis sebuah nama "Shoto" yang berarti kumpulan cemara yang bergerak seolah gelombang, dan "Kan" yang berarti ruang atau balai utama tempat muridnya-muridnya berlatih.
Simbol harimau yang digunakan karate Shotokan yang dilukis oleh Hoan Kosugi (salah satu murid pertama Funakoshi), mengarah kepada filosofi tradisional Cina yang mempunyai makna bahwa ’’harimau tidak pernah tidur’’. Digunakan dalam karate Shotokan karena bermakna kewaspadaan dari harimau yang sedang terjaga dan juga ketenangan dari pikiran yang damai yang dirasakan Gichin Funakoshi ketika sedang mendengarkan suara gelombang pohon cemara dari atas Gunung Torao.
Sekalipun Funakoshi tidak pernah memberi nama pada aliran karatenya, murid-muridnya mengambil nama itu untuk dojo yang didirikannya di Tokyo sekitar tahun 1936 sebagai penghormatan pada sang guru. Shotokan adalah aliran karate yang mempunyai ciri khas beragam teknik lompatan (seperti Enpi, Kanku Dai, Kanku Sho dan Unsu), gerakan yang ringan dan cepat. Membutuhkan ketepatan waktu dan tenaga untuk melancarkan suatu teknik.
Gichin Funakoshi percaya bahwa akan membutuhkan waktu seumur hidup untuk menguasai manfaat dari KATA. Dia memilih kata yang yang terbaik untuk penekanan fisik dan bela diri. Yang mana mempertegas keyakinannya bahwa karate adalah sebuah seni daripada olah raga. Baginya kata adalah karate.
Lalu pada tahun 1949 Japan Karate Association (JKA) berdiri dengan Gichin Funakoshi sebagai instruktur kepalanya. Gichin Funakoshi meninggal pada tanggal 26 April 1957.
Saat ini di negara Jepang, organisasi yang mewadahi olahraga Karate adalah Japan Karate-Do Federation (JKF). Dan organisasi yang mewadahi Karate seluruh dunia adalah WKF (World Karate Federation), (dulu dikenal dengan nama WUKO - World Union of Karate-Do Organizations). Ada pula ITKF (International Traditional Karate Federation) yang mewadahi karate tradisional. Adapun fungsi dari JKF dan WKF adalah terutama untuk meneguhkan olah raga bela diri Karate yang bersifat Non-Contact, berbeda dengan aliran Kyokushin atau Daidojuku yang Full Contact.
Pada saat ini karate dapat dibagi menjadi dua (2) aliran; yaitu aliran tradisional dan aliran olah raga. Aliran tradisional lebih menekankan aspek bela diri dan teknik tempur sedangkan aliran olah raga lebih menumpukan jiwa sportifitas dan teknik-teknik untuk pertandingan olah raga.
(Disadur dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar